PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan.
Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak.
Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya.
Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
1.2 Tujuan pembuatan makalah
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
2. Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang
dimilikinya.
3. Melatih mahasiswa dalam pengalaman langsung atau tidak langsung dalam
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak
dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama
pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan
melewati generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia
dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan
laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab
sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini
didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini
yaitu:
- Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
- Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas
No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan
PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia
0-8 tahun.
Ruang
Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
- Infant (0-1 tahun)
- Toddler (2-3 tahun)
- Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
- Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang harus dipahami dalam
Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan
oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
2.
Mengetahui tugas-tugas perkembangan
anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan
tugas perkembangan dengan baik.
3.
Mengetahui bagaimana membimbing proses
belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
4.
Menaruh harapan dan tuntutan terhadap
anak secara realistis.
5.
Mampu mengembangkan potensi anak
secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya.
fisik dan psikologis ( hall &
lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
sebagai berikut:
1) PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber
daya manusia dan sangat fundamental.
2) PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi
sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi
kepribadian anak.
3) Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan
berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada
akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.
4) Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari
perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini
menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak.
5) Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa
mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki
harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya
anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan
perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
Pendidikan Anak
Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan sebagai
berikut:
·
Komitmen Jomtien Thailand (1990)
’Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai menjelang ajal.’
·
Deklarasi Dakkar (2000)
’Memperluas dan
memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara
komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
·
Deklarasi
”A World Fit For Children” di New York (2002)
‘Penyediaan Pendidikan yang
berkualitas’
2.2 Landasan Yuridis Tentang PAUD
1. Pembukaan
UUD 1945 ; ‘Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa.’
- Amandemen UUD 1945 pasal 28 C
’Setiap anak
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.’
3.
UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1)
’Setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat.’
4. UU No 20/2003 pasal 28
1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar.
2) Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau informal.
3) Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau
bentuk lain yang sederajat.
4) Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak
(TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
5) Pendidikan anak usia dini pada jalur
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.
2.3 Perkembangan Anak
Ditinjau dari
psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia
0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di
lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia
dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Perkembangan
anak sebagai perubahan psikologis menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam fase tertentu.
Nana Syaodah
Sukmadinata mengemukakan ada tiga pendekatan perkembangan individu, yaitu
Pendekatan Pentahapan, diferensial dan isaptif. Khususnya pada pendekatan
isaptif pada perkembangan anak mencakup perkembangan psikososial, perkembangan
motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial, perkembangan bahasa,
perkembangan moral dan perkembangan emosional.
tahapan
perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah
sebagai berikut:
·
Tahap
kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap
psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi
mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut
perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran
akan masa depan.
·
Tahap
otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu
tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan
masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka,
bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka
mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka.
Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak
untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan
ragu-ragu.
·
Tahap
prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan
psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini
anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka
menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan
khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami,
menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak
akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif
semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka
memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan
yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi
enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
·
Tahap
kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan
yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai
memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak
mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai
keterampilan yang diberikan disekolah.
·
Tahap
identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu
perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini,
anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan
tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap
memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat
menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa
anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan
perasaan anak yang hampa dan bimbang.
·
Tahap
keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang
dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan
oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan
seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai.
Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni
kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali
dalam lingkup yang amat terbatas.
·
Tahap
generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan
yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas
adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan
sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi
mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian
akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
·
Tahap
integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan
selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun
terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah
dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan
keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta
menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang
dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna
ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan Kognitif Anak Menurut
PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Pada
umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci utama
emosi pada anak yaitu :
- perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak
nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun
akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu
punketika kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah
pada sianak.
- perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi
merekatakut akan suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa
anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka
pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang
menyeramkan lainnya.
- perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa
senang akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya,
ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan
apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa
gembira.
- rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih
banyak tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat
sesuatu yang lucu.
Keempat
perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan
merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu
atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut
Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan
peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang
dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak
memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain
(dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang
perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang
buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.4 peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan
pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar
kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya
agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula
dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap
keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk
memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara
dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi
kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan.
Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan
oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan
terhadap
masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan
pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang
belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang
dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan
pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang
belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang
dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam
situasi dan
kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh
terhadap kecerdasan anak ketika lahir.
kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh
terhadap kecerdasan anak ketika lahir.
Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan,
pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan,
pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah
bagaimana
orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya.
Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun)
mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan
produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai
dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan
peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya.
Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun)
mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan
produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai
dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan
peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik
untuk memompa
kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya,
yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas
anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma
semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses
pendidikan anak usia dini.
kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya,
yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas
anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma
semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses
pendidikan anak usia dini.
Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon,
Kahlil Gibran
(1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia.
Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan
sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi
rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan.
Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh
pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
(1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia.
Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan
sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi
rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan.
Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh
pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa
sebenarnya
anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik
untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi
dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang
ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan
produktif.
anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik
untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi
dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang
ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan
produktif.
Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam
mendidik anaknya
pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak
adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran
imajinasi terus mengalir deras.
pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak
adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran
imajinasi terus mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan
orang
dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan
bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif.
Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap
potensi yang ada dalam dirinya.
dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan
bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif.
Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap
potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua dalam
perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola
perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai dengan masa
perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk menciptakan
situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang perkembangan anak-anaknya.
Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna maka akan terciptanya
keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada
seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera
yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama
dari keluarga sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan
anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang
penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.
2.5
Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan
lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan
sempurna. Namun secara pasti berangsur-angsur anak akan terus belajar dengan
lingkungannya yang baru dan dengan alat inderanya, baik itu melalui
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan mapun pengecapan. Anak
berkemungkinan besar untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada taraf perkembangan tertinggi pada
usia kedewasaannya sehingga ia mampu tampil sebagai pionir dalam mengendalikan
alam sekitar. Hal ini karena anak memiliki potensi yang telah ada dalam
dirinya.
Hal yang
dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya
pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi
anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang
optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan
potensi yang ada dalam diri anak. Sebab jika potensi kecerdasannya tidak
dibimbing dan diarahkan dengan rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun
dia memiliki bakat jenius aakan tidak ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika
seorang anak yang memiliki kecerdasan rata-rata atau normal bila didukung
lingkungan yang kondusif maka ia akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas
diatas rata-rata atau superior. Hal ini berarti lingkungan memegang peranan
penting bagi pendidikan anak selain bakat yang telah dimiliki oleh anak itu
sendiri.
2.6 Karakteristik Belajar
Anak
Menurut konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak seharusnya
dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat
berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman
tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep
berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara
lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Hanya saja, meski sama-sama melalui cara yang menyenangkan,
tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari pendidikan anak usia
sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah bertujuan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah
dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan
pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk mengembangkan berbagai
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses pembelajaran kepada anak harus sesuai dengan konsep
pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep membaca dan berhitung, contohnya,
haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak. Yang tidak
kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya dan
bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang disebut
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya "CBSA" yang kerap
diplesetkan sebagai "Catat Buku Sampai Abis".
Sementara pendidikan usia dini yang diberikan dalam
keluarga juga harus berpijak pada konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang
diterapkan orang tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu
terbesar yang dimiliki anak adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.
2.7
Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang pendidikan
pra-sekolah, pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “bentuk satuan pendidikan
pra-sekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan Penitipan Anak
serta bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri.
Kelompok Bermain
Pendidikan dini bagi anak-anak usia pra-sekolah
(3-6 tahun) merupakan hal yang penting, karena pada usia ini merupakan masa
membentuk dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir, kecerdasan,
keterampilan serta kemandirian maupun kemampuan bersosialisasi. Pada dasarnya
dunia anak adalah dunia fundamental dari perkembangan manusia menuju manusia
dewasa yang sempurna. Disadari bahwa generasi merupakan generasi penerus yang
perlu dibina sejak dini, karenanya pembinaan sejak dini merupakan tanggung
jawab keluarga dan masyarakat. Pembinaan anak usia pra-sekolah terutama peranan
keluarga sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990
tentang pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk usaha
kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar.
Selama tahun pra-sekolah, taman kanak-kanak,
pusat penitipan anak-anak dan kelompok bermain semuanya menekankan permainan
yang memakai mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan merupakan
unsure yang penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan teman-teman
sebayanya, anak dirangsang dalam kemampuan mental seperti kecerdasan,
kreativitas, kemampuan sosial yang sangat bermanfaat pada masa kini dan masa
yang akan datang. Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap perkembangan
sosial anak. Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa dengan berman mereka
lebih banyak mengenal benda-benda yang berguna bagi perkembangan sosialnya. Hal
ini dapat terlihat dengan mengenal benda seperti mobil dapat mengembangkan rasa
sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain eprgi kesuatu
tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya perkembangan
teknologi menunjukan makin menariknya teknis dan permainan elektronik bagi anak
yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak sulit mendapat teman
sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton atau bermain sendiri
tanpa memerlukan oranglain.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang anak
yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi
fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Hal yang dibutuhkan
anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan
sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk
belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan
begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada
dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang merupakan periode kritis bagi
anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa
emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah
peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian
rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ditinjau dari
psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia
0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di
lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia
dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Taqiyuddin. (2005). Pendidikan Untuk semua (Dasar dan
Falsafah Pendidikan Luar Sekolah). Cirebon: STAIN Cirebon Press.
Purwanto.
Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan teoretis dan praktis. Bandung: Rosda
Gunawan, Ari.
(1995). Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta
Tilaar. (1992). Manajemen
Pendidikan Nasional. Bandung: Rosda
Latif, Abdul. (2007). Pendidikan Berbasis Nilai
Kemasyarakatan. Bandung: Reflika Aditama
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik,
Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI
BAB I, II DAN III DOWNLOAD DI SINI